Kabar-Indonesia.com | JAKARTA - Misteri kasus penembakan antara anggota polisi di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam), Irjen Ferdy Sambo hingga kini belum terungkap. Tim penyidik dari kepolisian masih bekerja mengurai kasus ini hingga terang-benderang.
Salah satu saksi utama dalam kasus ini, Putri Candrawathi, istri dari Ferdy Sambo masih belum bisa memberikan keterangan lengkap terkait kejadian baku tembak di rumah dinas suaminya. Putri Candrawathi sebenarnya bukan hanya saksi, tapi juga menjadi korban dalam insiden tersebut.
Putri diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh Brigadir Yosua (Brigadir J) hingga akhirnya mendapat pertolongan dari Bharada E yang berujung pada aksi baku tembak yang menewaskan Brigadir J.
Psikolog Klinis Miki Amrilya Wardati seperti dikutip dari laman DPP IPHI (Ikatan Penasehat Hukum Indonesia) menjelaskan, setelah mengalami kejadian kekerasan atau kejadian yang sifatnya traumatik, seseorang berpeluang mengalami post traumatic stress disorder (PTSD). Dalam kondisi tersebut korban sedang memunculkan reaksi-reaksi atau gejala ketidakstabilan secara emosi dan fungsi psikologis lainnya.
“Jadi perlu waktu dulu untuk cooling down atau healing bagi seseorang yang mengalami kekerasan seksual agar kondisi psikisnya lebih stabil. Lalu pada saat recalling, fungsi emosi dan kognisinyapun lebih stabil,” jelasnya.
“Jadi bisa kelihatan sekali, gangguan tidur, gangguan makan dan juga belum bisa berkonsentrasi menceritakan semuanya, karena masih sangat shock,”tambah Psikolog Novita Tandry.
Novita menambahkan, kondisi shock yang dialami Putri Candrawathi sedang sampai ke berat. Ia menilai butuh waktu bagi istri Ferdy Sambo untuk bisa berkonsentrasi dan memberikan keterangan.
“Ada proses yang perlu dilalui, dan yang saya concern justru sebagai korban dan juga ibu dari empat orang anak, dan yang paling kecil ini masih berusia 1,5 tahun, kita juga harus mendampingi dan memikirkan bagaimana anak-anak daripada Ibu Putri,” urainya.
Ia menceritakan, pertemuannya dengan Putri Candrawathi belum dapat memberikan gambaran utuh mengenai kejadian baku tembak dan pelecehan seksual yang dialami pada hari tersebut, karena memang kondisinya masih sangat shock.
*Membela Diri Tak Bisa Dipidana*
Sementara Dewan Kehormatan DPP Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) H. Abdul Malik SH,MH meminta Kapolri juga harus adil kepada Ferdy Sambo yang di non aktifkan dari jabatannya sebagai Kadiv Propam dengan mengedepankan azas praduga tak bersalah.
“Masalah ini bisa dikatakan dalam kaca mata hukum ini pelaku pencurian dalam rumah. Karena pencurian itu tidak harus barang, pencurian martabat dan pelecehan. Kalau orang Madura seperti saya dibunuh, dan kalau di dalam rumah wajib hukumnya. Bisa di pidana yang melakukan pembunuhan, karna daya paksa overmax, ” ujarnya.
Pria yang akrab disapa Abah Malik ini meminta kasus ini diserahkan kepada ahlinya, bukan berdasarkan dari opini masing-masing orang yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.
“Kalau sudah jelas pelaku masuk kamar pribadi, dan bawa senjata. Masalah ini harus diselesaikan berdasarkan bukti-bukti dan saksi-saksi yang kredibel. Jangan dilihat dari opini dan pendapat yang tidak bertanggung jawab. Aturan, regulasi sudah jelas kalau ada pencuri apalagi membawa senjata, membela diri wajib dan tidak bisa dipidanakan, ” ucapnya.
“Yang statmen di luar itu mungkin tidak paham hukum dan tidak mengalami pelecehan di keluargannya. Hanya bicara berdasarkan opini dan mencari panggung ingin terkenal di media, tidak memikirkan hak dan batil. Oleh karna itu kita yang faham hukum wajib meluruskan jika suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahli tunggu akan terjadi kehancuran, ” tegas Abdul Malik. (**)